8.6.14

Marhaban Ya Koub Aalam

Marhaban Yaa Koub Aalam. Sebuah kalimat bahasa Arab yang terdengar tidak begitu asing, karena itu saya buat merujuk terhadap salam terhadap datangnya bulan puasa, bulan ramadhan, Marhaban Yaa ramadhan. Yang saya ganti kata terakhir dalam kalimat tersebut menjadi Koub Aalam, translasi asal-asalan yang saya buat menggunakan google translation saja.

Ya, saya gabungkan karena keduanya terjadi beririsan. Di bulan Juni-Juni 2014 ini, yang kebetulan juga bertepatan dengan diadakannya Pemilihan Umum Presiden Periode 2014-2019 tanggal 9 Juli nanti.

Pemilihan Umum Presiden 2014 memang memiliki hype yang sangat luar biasa. Saya katakan begitu karena gaungya sudah mulai terasa sekitar lebih dari setahun yang lalu. Ditambah lagi latar belakan capres yang bisa di bilang kontroversi untuk satu ataupun lainnya. Dengan jumlah pasangan capres yang hanya 2 pasang, saya berasa hidup di medan perang. Dengan roket yang lalu lalang, dentuman molotov di sana sini, tepat seperti gambaran hidup saya sedari pagi. Dengan isu-isu yang di lempar seperti roket yang saling menyerang lawan, hingga bom yang seperti meledak di wilayah sendiri.

Ini terjadi di hampir setiap aspek kehidupan, saya rasa. Awalnya mungkin terasa gegap gempita tapi sampai saat saya menulis ini, terasa sangat hambar, membosankan, dan sangat memuakkan. Komentar-komentar mengagungkan atau menjatuhkan calon terasa kental silih berganti. Yang membuat hambar, bosan dan muak adalah komentar komentar dari mereka yang terkesan absurd, abstrak, dan ngawur kalau saya boleh bilang. Seakan melegitimasi pemahamannya tentang suatu calon atas dasar dari sekelebat info yang mereka baru dapat.

Seperti halnya saat saya mendapat broadcast message dari seorang kerabat yang bertajuk "Kebenaran telah terungkap bla bla bla" yang berisi informasi bahwa salah seorang calon merupakan keturunan Tiongkok dengan agama Kristen lengkap dengan ayat-ayat suci dari kitab suci dan beberapa kalimat Istighfar : Astagfirullahaladzim. Saya bukan pendukung Jokowi, sekali lagi saya bukan pendukung Jokowi, tapi kalau maksud dari broadcast message yang belum tentu benar tersebut untuk mengarahkan pemilih kepada salah satu calon yang lain, menurut saya adalah keterlaluan. Karena calon yang satunya justru malah memiliki latar belakang keluarga yang berbeda agama, dan itu merupakan fakta yang bisa kau dapat dengan mudah, namun tidak kau broadcast, sedangkan yang apa yang kau dapati lebih menjurus ke kebohongan. Lagipula, apa salahnya memiliki keyakinan dan latar belakang yang berbeda?. Dan yang lebih parah adalah ketika banyak sekali orang-orang yang percaya pada informasi sekelebat yang mereka dapat begitu.


Terlepas dari betapa memuakkannya sahut-sahutan soal Calon Presiden saat ini, kalau di tanya pilihan, tentu saya punya. Walau saya katakan sebelumnya, saya bukan pendukung Jokowi. Tapi jika dihadapkan dengan pilihan antara Calon Presiden penjahat HAM yang punya catatan buruk panjang dengan Calon Presiden baru yang meninggalkan tanggung jawab sebelumnya untuk naik pangkat menjadi jabatan yang lebih besar, tentu bukan pilihan sulit. Sesungguhnya saya lebih takut jika kekuasaan terbesar di negara ini nantinya bisa disalahgunakan untuk kembali ke keadaan di mana untuk berbicara saja kita takut. Karena mungkin saya pernah merasakan zaman itu walau hanya 8-9 tahun di hidup saya.

Tapi tenang saja, saat-saat tentang segala Capres yang menjengkelkan itu akan lambat laun menghilang sampai titik nadirnya, ketika kick off antara Brazil dan Kroasia dimulai. Saya lebih menikmati saat semua orang membicarakan atas apa yang terjadi pada pertandingan malam atau pagi itu. Saya lebih menikmati ketika semua orang saling berdepat tentang satu tum dengan tim lainnya. Walau ada juga jengkelnya saat ada yang sok tau tentang apa-apa yang mereka tak tau. Tapi saat ada permainan cantik atau gol yang spektakuler, semuanya akan menjadi sepaham atas apa yang terjadi. Dan pertandingan-pertandingan yang menjadi teman Sahur saat puasa, akan menenggelamkan atas komentar-komentar tentang Pemilu. Yang membuat orang yang tetap membicarakannya seolah tertinggal zamannya.

Bulan puasa, Piala Dunia dan juga masa Pemilihan Umum Presiden yang saling beririsan di bulan-bulan ini . Diberi jeda yang tak begitu lama, seolah sengaja saja dibuat Tuhan begitu. Mungkin untuk mengetes keimanan kita. Mana yang lebih kau utamakan di atas segalanya? Mana yang lebih yang lebih kau dahulukan?. Seakan ingin melegitimasi pemahaman terhadap apa yang sudah menjadi doktrin selama ini. Sebagai hamba terhadap Yang Maha Kuasa, tentu kita harus menjalani apa yang di perintahkannya, ya.... nonton bola!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar